Suku Abui, Nusa Tenggara Timur

suku Abui
Suku Abui, adalah suatu masyarakat yang terdapat di pulau Alor yang berada di kabupaten Alor provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia.

Suku Abui, mendiami wilayah Likuwatang, Malaikawata, Kelaisi, Tafuikadeli, Atimelang dan Motang. Suku Abui mereka merupakan penduduk asli wilayah ini. Pemukiman utama suku Abui adalah di desa Takpala.

Dalam cerita rakyat masyarakat suku Abui, menceritakan dahulunya terdapat 2 buah kerajaan yang merupakan kerajaan tertua di kabupaten Alor, yaitu Kerajaan Abui di pedalaman pegunungan Alor dan Kerajaan Munaseli di ujung timur pulau Pantar. Suatu ketika, kedua kerajaan ini terlibat dalam sebuah Perang Magic. Mereka menggunakan kekuatan-kekuatan gaib untuk saling menghancurkan. Kerajaan Munaseli mengirim lebah ke Kerajaan Abui, sebaliknya Kerajaan Abui mengirim angin topan dan api ke Kerajaan Munaseli. Perang ini akhirnya dimenangkan oleh Kerajaan Abui.
Kerajaan berikutnya yang berdiri adalah Kerajaan Pandai yang terletak dekat Kerajaan Munaseli, dan Kerajaan Bunga Bali yang berpusat di Alor Besar. Kerajaan Munaseli dan Kerajaan Pandai yang bertetangga, akhirnya juga terlibat dalam sebuah perang yang menyebabkan Munaseli meminta bantuan kepada raja Kerajaan Majapahit, mengingat sebelumnya mereka pun telah kalah perang melawan Abui.
Menurut penuturan rakyat setempat, tengkorak Raja Abui, saat ini masih tersimpan di dalam sebuah goa di Mataru. 

Suku Abui sendiri yang menghuni desa Takpala adalah suku terbesar yang mendiami pulau Alor. Terkadang mereka biasa disebut juga sebagai "Tak Abui", yang berarti "gunung besar". Meski warga penduduk yang mendiami desa Takpala ini hanya puluhan orang, tapi sebenarnya penduduk Abui telah tersebar dalam jumlah ribuan orang. Masyarakat suku Abui dikenal begitu bersahaja dan sangat ramah terhadap pendatang. 

Orang Abui berbicara dalam bahasa Abui. Bahasa Abui merupakan bahasa utama di pulau Alor. Orang Abui pada umumnya memeluk agama Kristen.

Rumah adat suku Abui, berupa rumah panggung dan berbentuk seperti piramida. Rumah adat suku Abui di Takpala bernama Lopo, yang terdiri 2, yaitu:
  • Kolwat, yang mempunyai arti perempuan,
  • Kanuarwat, yang mempunyai arti laki-laki.
Rumah adat suku Abui yang bernama Lopo ini sangat unik, karena merupakan satu-satunya rumah adat di dunia ini yang bertingkat 4. Dimana setiap tingkat memiliki fungsi yang berbeda, yaitu:
  • lantai 1, adalah tempat rapat,
  • lantai 2, tempat tidur dan masak,
  • lantai 3 tempat menyimpan makanan,
  • lantai 4 untuk menyimpan barang-barang pusaka yang akan dipakai jika ada kegiataan adat.

Lopo, atau Rumah Adat suku Abui, berbentuk limas, bangunan kayu beratap ilalang berdinding bambu. Lopo terdiri dari 4 tingkat, biasanya dihuni oleh 13 kepala keluarga. Ada dua jenis rumah Lopo, yakni Kolwat dan Kanuarwat. Rumah Kolwat terbuka untuk umum, siapapun boleh masuk termasuk anak-anak dan perempuan. Sedangkan Rumah Kanuarwat hanya boleh dimasuki kalangan tertentu. Anak-anak dan perempuan dilarang keras memasuki rumah Kanuruat, jika dilanggar akan menimbulkan penyakit di mana proses penyembuhannya harus dilakukan dengan upacara adat.

Selain Rumah Lopo, ada 2 lagi bangunan tradisional suku Abui, yaitu:
  • Polapoka, rumah yang dijadikan sebagai gudang penyimpanan bahan makanan,
  • Tofa, yang digunakan untuk beristirahat setelah pulang dari kebun atau berburu, yang berbentuk rumah panggung, namun di bagian bawahnya ada tempat tambahan. Di rumah Tofa in laki-laki dan perempuan tidur secara terpisah. Perempuan di bagian atas dan laki-laki di bagian bawah.

tari Legolego
Dalam tradisi kesenian budaya suku Abui yang terkenal, adalah Tari Legolego, yang merupakan tarian tradisional suku Abui yang mendiami desa Takpala, terletak di kabupaten Alor provinsi Nusa Tenggara Timur. Tari Legolego ini merupakan lambang kekuatan persatuan dan persaudaraan warga suku Abui, yang dilakukan secara beramai-ramai dengan bergandengantangan dan bergerak secara melingkar.
Para penari memakai busana adat, rambut perempuan dibiarkan terurai. Di kaki dipasang gelang perak yang akan mengeluarkan bunyi gemerincing jika digerakkan. Tetabuhan gong dan gendang dari kuningan atau moko mengiringi gerak para penari yang bergerak sambil mengumandangkan lagu dan pantun dalam bahasa setempat. Tari Legolego dilakukan dengan mengelilingi tiga batu bersusun yang disebut mesbah, benda yang disakralkan dalam tradisi suku Abui. Acara tari Legolego ini bisa berlangsung sampai tengah malam.

kain tenun suku Abui
Suku Abui memiliki pakaian tradisional yang terbuat dari kain tenun. Pakaian laki-laki disebut Keng, sedangkan pakaian perempuan Noang. Pakaian mereka ini dipakai dengan melilit tubuh. Uniknya kain tenun khas suku Abui, sekilas mirip dengan kain tenun "ulos" dari suku Batak.

Makanan asli suku Abui umumnya adalah ubi dan jagung. Terkadang mereka mengkonsumsi nasi, akan tetapi dipadukan dengan ubi dan jagung, atau disebut sebagai katemak. Jagung rebus menjadi makanan sehari-hari suku Abui. Jagung rebus disebut dengan fatmamal. Jagung rebus dimasak setengah matang, dengan maksud agar yang memakan jagung rebus lebih cepat kenyang dan bisa menahan lapar lebih lama. Menurut mereka jagung rebus setengah matang, bisa memberi energi atau kekuatan bagi yang memakannya..

Dalam kegiatan sehari-hari suku Abui di desa Takpala ini adalah memanfaatkan hasil alam terutama hutan dengan berladang atau berburu. Pada siang hari desa ini terlihat sepi, karena sebagian dari mereka pergi mencari sumber makanan ke hutan sekaligus berburu. Hasilnya selain dikonsumsi sehari-hari juga dijual di pasar.

0 comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar di bawah ini, Kami mohon maaf, apabila terdapat kekeliruan atau ada yang tidak sesuai dengan pendapat pembaca, sehubungan dengan sumber-sumber yang kami terima bisa saja memiliki kekeliruan.
Dengan senang hati kami menerima segala kritik maupun saran pembaca, demi peningkatan blog Proto Malayan.
Salam dan terimakasih,